Sabtu, 14 Januari 2012

Green Architecture

Green Architecture

Saat ini istilah “green architecture” sangat kerap kita dengar, lihat dan baca baik dimedia cetak eletronik maupun jadi pembicaraan dalam pertemuan-pertemuan dan diskusi-diskusi. Istilah ini timbul akibat gencarnya peringatan yang mendunia atas issue pemanasan global. Di dunia arsitektur kita kerap mendapat peringatan tentantang issue ini, sejatinya apakah benar kita salah satu penyebab terjadinya “global warming” sehingga harus menciptakan “green architecture” dalam setiap karyanya?.

Kalu kita melihat disain arsitektur di Indonesia hingga tahun 70-80 an, dimana saat itu pertamina menjadi primadona devisa, dan profesi arsitek pun menjadi idola karena dunia properti mulai bangkit, diawali dengan munculnya real estate dengan bangunan tipikal menandakan industri perumahan mulai dibangun, alih-alih pemenuhan kebutuhan papan yang kini telah berubah menjadi kebutuhan kapital bagi sebagian orang. Hal ini mempercepat arus urbanisasi dan mulailah keanekaan sosial pun terjadi. Besarnya arus urbanisasi rekayasa pengadaan papan pun berkembang, pemukiman kumuh mulai terbentuk bagi mereka yang belum berkesempatan memiliki rumah permanen yang ditawarkan “real estate” maka dimulailah diluncurkan program Rumah Sederhana.
Rumah Sederhana dengan luas lahan yang sangat minim dengan pada akhirnya dikembangkan penghuninya hingga mencapai Koefisien Dasar Bangunan maksimal

pada dasarnya green architecture adalah suatu konsep yang (harusnya) bersifat kontinuitas. mengingat akan semakin parahnya global warming,para arsitek dunia baik nya memikirkan konsep green yang sangat matang,tidak hanya sekedar mengangkat tema "green". banyak sekali contohnya,mulai dari bangunan yang dibuat semaksimal mungkin agar terlihat natural,namun komposisi bangunannya berasal dari alam.misalnya pohon.

banyak juga contoh banguan yang sejauh ini dinilai berhasil menerapkan konsep green seperti misalnya, Nanyang  Art School in singapore

Arsitek menjadi seorang diri yang dikepung oleh beberbagai kepentingan dan kebutuhan. Pemerintah memiliki target pemenuhan pemapanan masyarakat, Perbankan dikejar target pengucuran kredit, Pengembang dikejar keuntungan yang sudah diproyeksikan kedepan, Masyarakat sudah berkeinginan memiliki rumah sendiri sebagai status dan kepuasan ketimbang ngontrak dulu sebelum membeli yang lebih baik, disamping makin lajunya pelambungan harga papan.
Sekarang, saat ruang hijau semakin berkurang, saat resapan semakin tiada, saat banjir mulai melanda kembali arsitek dipersalahkan oleh semua sebagai penyebab bencana.
Ini baru pemukiman, belum lagi Ruko, Mall dan pusat-pusat kegiatan lainnya yang memang didisain oleh arsitek.
Apakah Arsitek benar-benar bersalah dan bertanggung jawab atas semua bencana ini hingga ramai istilah “Green Architecture”?.
Sebagai gambaran kalau kita ke daerah ( salah satu contoh daerah Industri Rokok di Jawa Tengah) tahun delapan puluhan setiap pagi dan sore jalanan begitu padat oleh sepeda merekang hendak pergi bekerja dan pergi sekolah, sekarang sudah berganti dipadati sepeda motor.
Jalanan sudah tidak segar lagi dipagi hari asap embun yang keluar dari mulut mereka sudah berganti menjadi asap timbal yang keluar dari kenalpot motor. Kemudahan proses keuangan yang ditawarkan perbankan dan pola finansial moderen yang memudahkan mereka menjadi kapitalis yang telah merubah budaya bersepeda.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar